Minggu, 12 Oktober 2014


Nofrian Maariwuth
b 401 12 121


Esay : Sosial dan Budaya
Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Tadulako

 SOSIAL DAN BUDAYA
a.      Kata Pengantar
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Negara Demokrasi terbesar nomor urut ke tiga setelah USA dan India,  berbagai paradigma kehidupan, dinamika kehidupan dan berbagai persoalan yang  terjadi Negara bumi Pertiwi ini. adalah reformasi dalam konteks Demokrasi transaksional Musyawara Mufakat ke Demokrasi Liberal saat ini merupakan pengaruh dalam mengembangkan sebuah keunikan serta potensi yang terkandung dalam budaya itu sendiri.
Dalam perkembagangan dan kemajuan suatu budaya atau kebiasaan lokal menjadi mekanisme dalam kemajuan suatu Negara di Republik ini, baik interaksi masyarakat dengan Masyarakat, masyarakat dengan birokrasi bahkan berbicara leluasnya adalah Negara antar negara.
masalah sosial muncul akibat terjadi dua perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
b.      Pembahasan
Setiap anggota masyarakat pasti mengalami proses sosial, di antaranya adalah interaksi sosial dan sosialisasi. Dengan begitu secara cepat maupun lambat akan merubah pola pemikiran mereka dan tingkat pengetahuan yang akan lebih mempercepat proses perubahan. Di samping itu, perubahan penduduk yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk pada suatu daerah mengakibatkan kadar keramahtamahan akan menurun, kelompok sekunder akan bertambah banyak jumlahnya, struktur kelembagaan menjadi lebih rumit, dan bentuk-bentuk perubahan yang lainnya.
Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia. atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010.  Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi. Orang Jawa kebanyakan berkumpul di pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di Nusantara,  bahkan bermigrasi ke luar negeri seperti ke Malaysia dan Suriname. Suku Sunda, suku Melayu, dan suku Madura adalah kelompok terbesar berikutnya di negara ini. Banyak suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan Papua, memiliki populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang. Sebagian besar bahasa daerah masuk dalam golongan rumpun bahasa Austronesia, meskipun demikian sejumlah besar suku di Papua tergolong dalam rumpun bahasa Papua atau Melanesia[1].
Pembagian kelompok suku di Indonesia tidak mutlak dan tidak jelas akibat perpindahan penduduk, percampuran budaya, dan saling mempengaruhi, sebagai contoh sebagian pihak berpendapat orang Cirebon adalah suku tersendiri dengan dialek yang khusus pula, sedangkan sementara pihak lainnya berpendapat bahwa mereka hanyalah subetnik dari suku Jawa secara keseluruhan. Demikian pula suku Baduy dan suku Banten yang sementara pihak menganggap mereka sebagai bagian dari keseluruhan suku Sunda. Contoh lain percampuran suku bangsa adalah Ssuku Betawi yang merupakan suku bangsa hasil percampuran berbagai suku bangsa pendatang baik dari Nusantara maupun Tionghoa dan Arab yang datang dan tinggal di Batavia pada era colonial.
Pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sosial budaya, ekonomi, politik dan geografi. Alasannya sebenarnya sederhana, karena setiap kebijakan dan fenomena yang terjadi akan berpengaruh terhadap kehidupan kita, salah satunya pendidikan. Kita bisa melihat bagaimana krisis ekonomi pada tahun 1998 berimbas kepada sektor kehidupan kita, baik dari sisi kehidupan maupun kualitas kehidupan kita.   
Dari sisi politik, politik dan partai politik sangat berperan dalam segala sektor publik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Karim Suryadi [2](2010) dalam orasi ilmiahnya “inovasi nilai dan fungsi komunikasi partai politik bagi penguatan civil literacy”. Beliau menegaskan bahwa betapa pun masih banyak masalah melilit kehidupan partai, namun sulit menggantikan partai dalam sistem politik modern. Kita bisa melihat keputusan apapun akan berorientasi kepada politik, termasuk dalam bidang pendidikan. Kebijakan kurikulum baru yang terus berganti dan bertranformasi ke dalam bentuk dan nama baru terus bermunculan.
Yang terbaru adalah kurikulum 2013. Masalah yang muncul dalam implementasinya adalah tatkala sebahagian guru belum sempat memahami dengan benar kurikulum lama, kurikulum baru sudah diperkenalkan (jarjani Usman, Serambi Indonesia 18/12/12)[3]. Sehingga kita sering mendengar pameo yang menyebutkan “ganti menteri, ganti kurikulum”. Proses “kejar-mengejar” target sering terjadi dalam sistem pendidikan kita yang dipengaruhi oleh sistem perpolitikan di Indonesia. Dari segi ekonomi, meskipun sudah diatur dalam undang-undang tentang kesamaan hak bagi setiap warga negara, namun tidak setiap warga negara dapat memperoleh derajat pendidikan yang sama pada dewasa ini. Hanya orang-orang yang “berada” yang dapat mengenyam pendidikan yang layak dan sesuai yang peserta didik kehendaki. Akibatnya timbullah kesenjangan antara satu kalangan dengan kalangan yang lain.
Hal ini juga terpengaruh dari tatanan sosial budaya yang ada di negara kita. Orang yang kaya dengan miskin, golongan buruh dengan pejabat, dan lain sebagainya akan memperoleh taraf pendidikan yang berbeda. Hal ini juga merupakan permasalahan klasik pada bidang pendidikan kita hari ini. Selanjutnya, setiap insan akan memperoleh pendidikan yang berbeda baik dari segi kualitas maupun kuantitas pendidikan. Orang yang berda di daerah terpencil tentu akan memiliki tingkat intelektualitas berbeda dengan mereka yang berada di perkotaan. Juga dari segi letak daerahnya, pesisir atau pegunungan, hingga pada level tatanan lingkungan di sekitar peserta didik itu berada. Apakah mendukung untuk belajar atau malah sebaliknya. Sehingga harus diupayakan pendidikan yang tidak diskriminatif dan tidak monolitik (Arifin, 2012)[4].
Menurut Soerjono Soekanto[5] masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1.      Faktor ekonomi : kemiskinan dan pengangguran.
2.      Faktor Budaya : Perceraian dan kenakalan Remaja
3.      Faktor Biologis : penyakit menulat dan keracunan makanan.
4.      Faktor Psikologis  : Penyakit syaraf dan aliran sesar
            Akhir akhir ini di Indonesia sering terjadi berbagai masalah,terutama masalah sosial budaya yang disebabkan oleh berbagai macam factor. Masalah sosial budaya yang saya jadikan topic adalah masalah sosial budaya yang disebabkan oleh munculnya berbagai aliran agama yang menyimpang dari ajaran agama yang sebenarnya.
Di Indonesia kita mengenal ada 5 ajaran agama dan diatur didalam undang undang. Tapi belakangan ini muncul aliran agama yang menyimpang dari ajaran yang sebenarnya dan mengatasnamakan sabagai utusan TUHAN. Misalnya aliran Ahmadiyah di bogor, aliran Mahdi di sulawesi tengah. Selain itu aliran sesat berkedok agama juga dialami umat kristiani. Hali itu terlihat dari beredarnya video kekerasan yang dilakukan pemimpin ibadah di Manado,Sulawesi utara beberapa waktu lalu,tepatnya pada bulan September. Dalam video tersebut terlihat jelas bahwa pemimpin ibadah tersebut memukuli umatnya yang sedang mengikuti ibadah. Untuk mencegah terjadinya penyebaran berbagai masalah sosianl budaya yang disebabkan oleh munculnya berbagai aliran sesat, maka kita hendaknya menjaga hubungan baik dengan para penduduk Indonesia dan saling menghormati antar pemeluk agama yang lainnya serta tidak terpengaruh pada aliran sesat yang beredar.
Merupakan sebuah dambaan dalam masyarakat apabila tercipta keseimbangan atau harmoni.  Dengan keseimbangan dalam masyarakat, maka dapat tergambarkan suatu keadaan dimana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok dari masyarakat benar-benar berfungsi dan saling mengisi.  Sehingga, setiap individu secara psikologis merasakan akan adanya suatu ketentraman dikarenakan tidak adanya suatu konflik atau pertentangan dalam nilai-nilai dan norma-norma. 
Apabila terjadi  suatu gangguan terhadap keadaan keseimbangan tersebut, maka masyarakat dapat menolaknya atau merubah susunan lembaga-lembaga kemasyarakatannya dengan maksud untuk menerima suatu unsur yang baru.  Akan tetapi, terkadang unsur baru tersebut dipaksakan masuknya oleh suatu kekuatan.  Masyarakat dapat senantiasa membuka diri terhadap unsur baru yang pengaruhnya tetap ada, namun tidak menimbulkan kegoncangan, dan sifatnya dangkal serta hanya terbatas pada bentuk luarnya.  Selain itu, norma dan nilai sosial tidak akan terpengaruh olehnya dan dapat berfungsi secara wajar.
Adakalanya unsur baru dan lama bertentangan, dan secara bersamaan mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pula pada warga-warga masyarakat.  Hal itu berarti suatu gangguan yang kontinue terhadap keseimbangan masyarakat.  Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan di antara para warga masyarakat, tidak tersalurkan ke arah suatu pemecahan atau penyelesaian.  Apabila ketidak-seimbangan tersebut terdapat dipulihkan kembali, setelah terjadi suatu perubahan, maka keadaan tersebut  dinamakan suatu penyesuaian (adjustment), bila sebaliknya yang terjadi, maka keadaan tersebut dinamakan ketidak penyesuaian sosial (maladjustment) yang mungkin mengakibatkan terjadinya anomie.
Suatu perbedaan dapat terjadi antara penyesuaian dari lembaga-lembaga kemasyarakatan dan penyesuaian orang perorangan dalam masyarakat tersebut.  Yang pertama menunjuk pada suatu keadaan, dimana masyarakat berhasil menyesuaikan lembaga kemasyarakatan dengan keadaan yang mengalami perubahan sosial budaya, sedangkan yang kedua menunjuk pada usaha orang perorangan untuk menyesuaikan diri dengan lembaga kemasyarakatan yeng telah diubah atau diganti, agar terhindar dari disorganisasi psikologis. (Soerjono Soekanto, 1982: 333)[6]
Permasalahan sosial budaya di Indonesia sekarang ini banyak hubungannya dengan teknologi komunikasi. Teknologi yang kian canggih sangat membantu manusia dalam memenuhi kepuasannya. Namun jika salah dalam penggunaannya, teknologi bisa jadi ancaman bagi manusia (dalam hal ini masalah bersosialisasi).
Teknologi yang paling berpengaruh dalam hal bersosialisasi adalah Handphone dan Internet. Teknologi tersebut memungkinkan kita untuk bersosialisasi  dengan individu lainnya dari jarak jauh.  Terutama yang sedang marak sekarang ini adalah layanan jejaring sosial (social network).Facebook, twitter, Blackberry Mesenger adalah sebagian dari layanan social network yang menjadi trend di Indonesia. 
Memang dengan adanya layanan tersebut terkadang bersosialisasi menjadi mudah, membuat yang jauh menjadi dekat tetapi juga terkadang membuat yang dekat menjadi jauh. Waktu pun tersita banyak dengan beraktifitas menggunakan social networ tersebut, akhirnya interaksi dengan lingkungan sekitar berkurang dan lama kelamaan menjadi asosial dengan lingkungan dekatnya sendiri. Permasalahan sosial seperti ini kadang dispelekan oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya berpengaruh besar bagi nilai budaya Indonesia.
Permasalah sosial lainnya adalah sikap dan respon masyarakat Indonesia di situs jejaring sosial. Karena dalam jejaring sosial kita berkomunikasi secara tidak langsung, jadi sulit menerka maksud dan tujuan dari tulisan seseorang dalam jejaring sosial. Sering terjadi kesalahpahaman yang nantinya akan bercabang dengan masalah yang lain. Celah itu pun banyak dilakukan untuk modus kejahatan seperti penipuan dll. Itu lah beberapa masalah sosial yang terjadi di Indonesia karena teknologi  komunikasi yang salah dalam penggunaannya.

c.       Kesimpulan
Pada perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang memicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Masyarakat manusia di manapun tempatnya pasti mendambakan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan yang optimal. Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan hasiltali temali antara lingkungan alam, lingkungan sosial serta karakteristik individu.. Perjalanan panjang dalam rentangan periode kesejarahan telah mengajak masyarakat manusia menelusuri hakikatkehidupan dan tata cara kehidupan yang berkembang pesat hidup. Ruang gerak perubahan itupun juga berlapis-lapis, dimulai dari kelompok terkecil seperti keluarga sampai pada kejadian yang paling lengkap mencakup tarikan kekuatan kelembagaan dalam masyarakat.
Perubahan sosial adalah suatu proses yang luas,lengkap yang mencakup suatu tatanan kehidupan manusia. Perubahan sosial akan mempengaruhi segala aktivitas maupun orientasi pendidikan yang berlangsung. Sebagai bagian dari pranata sosial, tentunya pendidikan akan ikut terjaring dalam hukum-hukum perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Sebaliknya, pendidikansebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan segala pengetahuan tentunya menjadiagen penting yang ikut menentukan perubahan sosial masyarakat ke depan.



[1] Data statistic Indonesia
[2] Karim Suryadi
[3] jarjani Usman, Serambi Indonesia 18/12/12
[4] Arifin, 2012
[5] Soerjono Soekanto
[6] Soerjono Soekanto, 1982: 333

Tidak ada komentar:

Posting Komentar